Cerita yang
kutulis ini adalah kisah nyata pengalamanku beberapa tahun yang lalu.
Pengalaman sex pertama tak kuduga yang terjadi ketika aku masih gadis SMP,
tepatnya ketika baru saja akan masuk kelas 2 SMP. Hubungan sex itu terjadi
bersama teman papaku yang bernama Om Ardi. Karena hubungan yang sudah sangat
dekat dengan Om Ardi, ia sudah dianggap seperti saudara sendiri di rumahku. Om
Ardi wajahnya sangat tampan, wajahnya tampak jauh lebih muda dari ayahku,
karena memang usianya berbeda agak jauh, usia Om Ardi ketika itu sekitar 28 tahun. Selain tampan, Om Ardi memiliki
tubuh yang tinggi tegap, dengan dada yang bidang.
Kejadian ini
bermula ketika liburan semester, waktu itu kedua orang tuaku harus pergi ke
Madiun karena ada perayaan pernikahan saudara. Karena kami dan Om Ardi cukup
dekat, maka aku minta kepada orang tuaku untuk menginap saja di rumah Om Ardi
yang tidak jauh dari rumahku selama 5 hari itu. Om Ardi sudah menikah, tetapi
belum punya anak. Istrinya adalah seorang karyawan perusahaan swasta, sedangkan
Om Ardi tidak mempunyai pekerjaan tetap. Dia adalah seorang makelar mobil. Hari
- hari pertama kulewati dengan ngobrol - ngobrol sambil bercanda ria, setelah
istri Om Ardi pergi ke kantor. Om Ardi sendiri karena katanya tidak ada order
untuk mencari mobil, jadi tetap di rumah sambil menunggu telepon kalau - kalau
ada langganannya yang mau mencari mobil. Untuk melewatkan waktu, sering juga
kami bermain bermacam permainan seperti halma, atau monopoli, karena memang Om
Ardi orangnya sangat pintar bergaul dengan siapa saja.
Ketika suatu
hari, setelah makan siang, tiba - tiba Om Ardi berkata kepadaku, “Rin… kita main dokter - dokteran yuk…,
sekalian Rini, Om periksa beneran, mumpung gratis”. Memang kata ayah dahulu
Om Ardi pernah kuliah di fakultas kedokteran, namun putus di tengah jalan
karena menikah dan kesulitan biaya kuliah.
“Ayooo…”, sambutku dengan polos tanpa
curiga.
Kemudian Om Ardi
mengajakku ke kamarnya, lalu mengambil sesuatu dari lemarinya, rupanya ia
mengambil stetoskop, mungkin bekas yang dipakainya ketika kuliah dulu.
“Nah Rin, kamu buka deh bajumu, terus tiduran
di ranjang.”
Mula - mula aku
agak ragu - ragu. Tapi setelah melihat mukanya yang bersungguh - sungguh akhirnya
aku menurutinya.
“Baik Om”, kataku, lalu aku membuka
kaosku, dan mulai hendak berbaring. Namun Om Ardi bilang, “Lho… BH’nya
sekalian dibuka dong… biar Om gampang meriksanya.”
Aku yang waktu
itu masih polos, dengan lugunya aku membuka BH’ku, sehingga kini terlihatlah buah
dadaku yang masih mengkal.
“Wah…, kamu memang benar - benar cantik Rin…”,
kata Om Ardi.
Kulihat matanya
tak berkedip memandang buah dadaku, dan aku hanya tertunduk malu.
Setelah telentang di atas ranjang, dengan hanya memakai rok mini saja, Om Ardi
mulai memeriksaku. Mula - mula di tempelkannya stetoskop itu di dadaku, rasanya
dingin, lalu Om Ardi menyuruhku bernafas sampai beberapa kali, setelah itu Om
Ardi mencopot stetoskopnya. Kemudian sambil tersenyum kepadaku, tangannya
menyentuh lenganku, lalu mengusap - usapnya dengan lembut.
“Waaah… kulit kamu halus ya, Rin… Kamu pasti
rajin merawatnya”, katanya. Aku diam saja, aku hanya merasakan sentuhan dan
usapan lembut Om Ardi.
Kemudian usapan
itu bergerak naik ke pundakku. Setelah itu tangan Om Ardi merayap mengusap
perutku. Aku hanya diam saja merasakan perutku diusap - usapnya, sentuhan Om
Ardi benar - benar terasa lembut, dan lama - kelamaan terus terang aku mulai jadi agak
terangsang oleh sentuhannya, sampai - sampai bulu tanganku merinding dibuatnya.
Lalu Om Ardi menaikkan usapannya ke pangkal bawah buah dadaku yang masih
mengkal itu, mengusap mengitarinya, lalu mengusap buah dadaku. Ih…, baru kali ini aku merasakan yang seperti itu,
rasanya halus, lembut, dan geli, bercampur menjadi satu. Namun tidak lama
kemudian, Om Ardi menghentikan usapannya. Dan aku kira…, yah, hanya sebatas ini
perbuatannya. Tapi kemudian Ohm Ardi bergerak ke arah kakiku.
“Nah…, sekarang Om periksa bagian bawah yah…”,
katanya. Setelah diusap - usap seperti tadi yang terus terang membuatku agak
terangsang, aku hanya bisa mengangguk pelan saja. Saat itu aku masih mengenakan
rok miniku, namun tiba - tiba Om Ardi menarik dan meloloskan celana dalamku.
Tentu saja aku keget setengah mati.
“Ih.., Om kok celana dalam Rini dibuka…?”,
kataku dengan gugup.
“Lho…, khan mau diperiksa…, pokoknya Rini
tenang aja…”, katanya dengan suara lembut sambil tersenyum, namun tampaknya
mata dan senyum Om Ardi penuh dengan maksud tersembunyi. Tetapi saat itu aku
sudah tidak bisa berbuat apa - apa.
Setelah celana
dalamku diloloskan oleh Om Ardi,dia duduk bersimpuh di hadapan kakiku. Matanya
tak berkedip menatap vaginaku yang masih mungil, dengan bulu - bulunya yang
masih sangat halus dan tipis. Lalu kedua kakiku dinaikkan ke pahanya, sehingga
pahaku menumpang di atas pahanya. Lalu Om Ardi mulai mengelus - elus betisku,
halus dan lembut sekali rasanya, lalu diteruskan dengan perlahan - lahan meraba
- raba pahaku bagian atas, lalu ke paha bagian dalam. Hiii…, aku jadi merinding
rasanya. “Ooommm…”, suaraku lirih.
“Tenang sayang…, pokoknya nanti kamu merasa
nikmat…”, katanya sambil tersenyum.
Om Ardi lalu mengelus - elus selangkanganku, perasaanku jadi makin tidak karuan
rasanya.
Kemudian, dengan jari telunjuknya yang besar, Om Ardi menggesekkannya ke bibir vaginaku dari bawah ke atas.
Kemudian, dengan jari telunjuknya yang besar, Om Ardi menggesekkannya ke bibir vaginaku dari bawah ke atas.
“Aaahhh…, Ooommm…”, jeritku lirih.
“Sssttt…, hmmm…, nikmat…, kan…?”,
katanya.
Mana mampu aku
menjawab, malahan Om Ardi mulai meneruskan lagi menggesekkan jarinya berulang -
ulang. Tentu saja ini membuatku makin tidak karuan, aku menggelinjang- - gelinjang,
menggeliat - geliat ke sana - ke mari.
“Sssttthhh…, aaahhh…, Ooommm…, aaahhh…”,
eranganku terdengar lirih, dunia serasa
berputar - putar, kesadaranku bagaikan terbang ke langit. Vaginaku rasanya
sudah basah sekali karena aku memang benar - benar sangat terangsang sekali.
Setelah Om Ardi
merasa puas dengan permainan jarinya, dia menghentikan sejenak permainannya
itu, tapi kemudian wajahnya mendekati wajahku, aku yang belum berpengalaman
sama sekali, dengan pikiran yang antara sadar dan tidak sadar, hanya bisa
melihatnya pasrah tanpa mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Wajahnya
semakin dekat, kemudian bibirnya mendekati bibirku, lalu ia mengecupku dengan
lembut, rasanya geli, lembut, dan basah. Namun Om Ardi bukan hanya mengecup, ia
lalu melumat habis bibirku sambil memainkan lidahnya, Hiii…, rasanya jadi makin
geli…, apalagi ketika lidah Om Ardi memancing lidahku, sehingga aku tidak tahu
kenapa, secara naluri jadi terpancing, sehingga lidahku dengan lidah Om Ardi
saling bermain, membelit - belit, tentu saja aku jadi semakin nikmat kegelian.
Kemudian Om Ardi
mengangkat wajahnya dan memundurkan badannya. Entah permainan apa lagi yang
akan diperbuatnya pikirku, aku toh sudah pasrah. Dan eh…, gila…, tiba - tiba
badannya dimundurkan ke bawah dan Om Ardi tengkurap di antara kedua kakiku yang
otomatis terkangkang, kepalanya berada tepat di atas kemaluanku dan Om Ardi
dengan cepat menyeruakkan kepalanya ke selangkanganku, kedua pahaku dipegangnya
dan diletakkan di atas pundaknya, sehingga kedua paha bagian dalamku seperti menjepit
kepala Om Ardi. Aku sangat terkejut dan mencoba memberontak, akan tetapi kedua
tangannya memegang pahaku dengan kuat, lalu tanpa sungkan - sungkan lagi Om
Ardi mulai menjilati bibir vaginaku.
“Aku…, Ooommm…!” Aku menjerit, walaupun
lidah Om Ardi terasa lembut, namun jilatannua itu terasa menyengat vaginaku dan
menjalar ke seluruh tubuhku, namun Om Ardi yang telah berpengalaman itu, justru
menjilati habis - habisan bibir vaginaku, lalu lidahnya masuk ke dalam
vaginaku, dan menari - nari di dalam vaginaku. Lidah Om Ardi mengait - ngait ke
sana - ke mari menjilat - jilat seluruh dinding vaginaku. Tentu saja aku makin
menjadi - jadi, badanku menggeliat - geliat dan terhentak - hentak, sedangkan
kedua tanganku mencoba mendorong kepalanya dari kemaluanku. Akan tetapi usahaku
itu sia - sia saja, Om Ardi terus melakukan aksinya dengan ganas. Aku hanya
bisa menjerit - jerit tidak karuan.
“Aaahhh…, ooommm…, jaaangan…, jaaangggannn…,
teeerruskaaan…, ituuu…, aaa…, aku…, nnndaaak…, maaauuu.., geeellliii…, stooppp…,
tahaaannn…, aaahhh!”
Aku
menggelinjang - gelinjang seperti kesurupan, menggeliat ke sana - ke mari
antara mau dan tidak biarpun ada perasaan menolak akan tetapi rasa geli,
bercampur dengan kenikmatan yang teramat sangat mendominasi seluruh badanku. Om
Ardi dengan kuat memeluk kedua pahaku di antara pipinya, sehingga walaupun aku
menggeliat ke sana - ke mari, namun Om Ardi tetap mendapatkan yang
diinginkannya. Jilatan- jilatan Om Ardi benar - benar membuatku bagaikan orang
lupa daratan, vaginaku sudah benar - benar banjir dibuatnya, hal ini membuat Om
Ardi menjadi semakin liar, ia bukan cuma menjilat - jilat, bahkan menghisap,
menyedot - nyedot vaginaku. Cairan lendir vaginaku bahkan disedot Om Ardi habis
- habisan. Sedotan Om Ardi di vaginaku sangat kuat, membuatku jadi samakin
kelonjotan.
Kemudian Om Ardi sejenak menghentikan jilatannya. Dengan jarinya ia membuka
bibir vaginaku, lalu di sorongkan sedikit ke atas. Aku saat itu tidak tahu apa
maksud Om Ardi, rupanya Om Ardi mengincar clitorisku. Dia menjulurkan lidahnya,
lalu dijilatnya clitorisku.
“Aaahhh…” tentu saja aku menjerit keras
sekali, aku merasa seperti kesetrum, karena ternyata itu bagian yang paling
sensitif buatku. Begitu kagetnya aku merasakannya, aku sampai menggangkat
pantatku. Om Ardi malah menekan pahaku ke bawah, sehingga pantatku nempel lagi
ke kasur, dan terus menjilati clitorisku sambil dihisap - hisapnya.
“Aaa…, Ooommm...., aaauuuhhh…, aaahhh…!!!”
Jeritku semakin menggila. Tiba - tiba aku merasakan sesuatu yang teramat
sangat, yang ingin keluar dari dalam vaginaku, seperti mau pipis, dan aku tak
kuat menahannya, namun Om Ardi yang sepertinya sudah tahu, malahan menyedot
clitorisku dengan kuatnya.
“Ooommm…, aaa!”, tubuhku terasa
tersengat tegangan tinggi, seluruh tubuhku menegang, tak sadar kujepit dengan
kuat pipi Om Ardi dengan kedua pahaku di selangkanganku. Lalu tubuhku bergetar
bersamaan dengan keluarnya cairan vaginaku banyak sekali, dan tampaknya Om Ardi
tidak menyia - nyiakannya disedotnya vaginaku, dihisapnya seluruh cairan
vaginaku. Tulang - tulangku terasa luluh lantak, lalu tubuhku terasa lemas
sekali. Aku tergolek lemas.
Om Ardi kemudian
bangun dan mulai melepaskan pakaiannya. Aku, yang baru pertama kali mengalami
orgasme, merasakan badanku lemas tak bertenaga, sehingga hanya bisa memandang
saja apa yang sedang dilakukan oleh Om Ardi. Mula - mula Om Ardi membuka
kemejanya yang dilemparkan ke sudut kamar, kemudian secara cepat dia melepaskan
celana panjangnya, sehingga sekarang dia hanya memakai CD saja. Aku agak ngeri
juga melihat badannya yang tinggi besar itu tidak berpakaian. Akan tetapi
ketika tatapan mataku secara tak sengaja melihat ke bawah, aku sangat terkejut
melihat tonjolan besar yang masih tertutup oleh CD’nya, mecuat ke depan. Kedua tangan
Om Ardi mulai menarik CD’nya ke bawah secara perlahan - lahan, sambil matanya
terus menatapku.
Pada waktu
badannya membungkuk untuk mengeluarkan CD’nya dari kedua kakinya, aku belum
melihat apa - apa, akan tetapi begitu Om Ardi berdiri tegak, darahku mendadak
serasa berhenti mengalir dan mukaku menjadi pucat karena terkejut melihat benda
yang berada di antara kedua paha atas Om Ardi. Benda tersebut bulat panjang dan
besar dengan bagian ujungnya yang membesar bulat berbentuk topi baja tentara.
Benda bulat panjang tersebut berdiri tegak menantang ke arahku, panjangnya
kurang lebih 20 cm dengan lingkaran sebesar 6 cm bagian batangnya dilingkarin
urat yang menonjol berwarna biru, bagian ujung kepalanya membulat besar dengan
warna merah kehitam - hitaman mengkilat dan pada bagian tengahnya berlubang di
mana terlihat ada cairan pada ujungnya. Rupanya begitu yang disebut kemaluan
laki - laki, tampaknya menyeramkan. Aku menjadi ngeri, sambil menduga - duga,
apa yang akan dilakukan Om Ardi terhadapku dengan kemaluannya itu.
Melihat ekspresi
mukaku itu, Om Ardi hanya tersenyum - senyum saja dan tangan kirinya memegang
batang kemaluannya, sedangkan tangan kanannya mengelus - elus bagian kepala
kemaluannya yang kelihatan makin mengkilap saja. Om Ardi kemudian berjalan
mendekat ke arahku yang masih telentang lemas di atas tempat tidur. Kemudian Om
Ardi menarik kedua kakiku, sehingga menjulur ke lantai sedangkan pantatku
berada tepat di tepi tempat tidur. Kedua kakiku dipentangkannya, sehingga kedua
pahaku sekarang terbuka lebar. Aku tidak bisa berbuat apa - apa, karena badanku
masih terasa lemas. Mataku hanya bisa mengikuti apa yan sedang dilakukan oleh
Om Ardi.
Kemudian dia
mendekat dan berdiri tepat diantara kedua pahaku yang sudah terbuka lebar itu.
Dengan berlutut di lantai di antara kedua pahaku, kemaluannya tepat berhadapan
dengan kemaluanku yang telah terpentang itu. Tangan kirinya memegang pinggulku
dan tangan kanannya memegang batang kemaluannya. Kemudian Om Ardi menempatkan
kepala kemaluannya pada bibir kemaluanku yang belahannya kecil dan masih
tertutup rapat. Kepala kemaluannya yang besar itu mulai digosok - gosokannya
sepanjang bibir kemaluanku, sambil ditekannya perlahan - lahan. Suatu perasaan
aneh mulai menjalar ke kesuluruhan tubuhku, badanku terasa panas dan kemaluanku
terasa mulai mengembung, aku agak menggeliat - geliat kegelian atas perbuatan
Om Ardi itu dan rupanya reaksiku itu makin membuat Om.
Ardi makin
terangsang. Dengan mesra Om Ardi memelukku, lalu mengecup bibirku.
“Gimana Rin…, nikmat khan…?” bisik
Om Ardi mesra di telingaku, namun aku sudah tak mampu menjawabnya, nafasku
tinggal satu - satu, aku hanya bisa mengangguk sambil tersipu malu. Aku sudah
tidak berdaya diperlakukan begini oleh Om Ardi dan tidak pernah kusangka,
karena sehari - hari Om Ardi sangat sopan dan ramah.
Selanjutnya
tangan Om Ardi yang satu merangkul pundakku dan yang satu di bawah memegang
penisnya sambil digosok - gosokkan ke bibir kemaluanku, hal ini makin membuatku
menjadi lemas ketika merasakan kemaluan yang besar menyentuh bibir kemaluanku,
aku merasa takut tapi kalah dengan nikmatnya permainan Om Ard, di samping pula
ada perasaan bingung yang melanda pikiranku. Kemaluan Om Ardi yang besar itu
sudah amat keras dan kakiku makin direnggangkan oleh Om Ardi sambil salah satu
dari pahaku diangkat sedikit ke atas. Aku benar - benar setengah sadar dan
pasrah tanpa bisa berbuat apa - apa. Kepala kemaluannya mulai ditekan masuk ke
dalam lubang kemaluanku dan dengan sisa tenaga yang ada aku mencoba mendorong
badan Om Ardi untuk menahan masuknya kemaluannya itu, tapi Om Ardi bilang tidak
akan dimasukkan semua cuma ditempelkan saja. Saya membiarkan kemaluannya itu ditempelkan
di bibir kemaluanku.
Tapi selang tak
lama kemudian perlahan - lahan kemaluannya itu ditekan - tekan ke dalam lubang
vaginaku, sampai kepala penisnya sedikit masuk ke bibir dan lubang vaginaku.
Kemaluanku menjadi sangat basah, dengan sekali dorong kepala penis Om Ardi ini
masuk ke dalam lubang vaginaku, gerakan ini membuatku terkejut karena tidak
menyangka Om Ardi akan memasukan penisnya ke dalam kemaluanku seperti apa yang
dikatakan olehnya. Sodokkan penis Om Ardi ini membuat kemaluanku terasa
mengembang dan sedikit sakit, seluruh kepala penis Om Ardi sudah berada di
dalam lubang kemaluanku dan selanjutnya Om Ardi mulai menggerakkan kepala
penisnya masuk dan keluar dan selang sesaat aku mulai menjadi biasa lagi,
perasaan nikmat mulai menjalar ke seluruh tubuhku, terasa ada yang mengganjal
dan membuat kemaluanku serasa penuh dan besar, tampa sadar dari mulutku keluar
suara…
“Ssshhh…, ssshhh…, aaahhh. Ooohhh…, Ooomm…, Ooomm…,
eeennnaaak…, eeennnkkk…!!!”
Aku mulai
terlena saking nikmatnya dan pada saat itu, tiba - tiba Om Ardi mendorong
penisnya dengan cepat dan kuat, sehingga penisnya menerobos masuk lebih dalam
lagi dan merobek selaput daraku dan akupun menjerit karena terasa sakit pada
bagian dalam vaginaku oleh penis Om Ardi yang terasa membelah kemaluanku.
“Aaaddduuuhhh…, saaakkkiiittt…, Ooommm…, stttoooppp…,
stttoooppp…, jaaangaaan…, diterusin…”
Aku meratap dan
kedua tanganku mencoba mendorong badan Om Ardi, tapi sia - sia saja. Om Ardi
mencium bibirku dan tangannya yang lain mengelus - elus buah dadaku untuk
menutupi teriakan dan menenangkanku. Tangannya yang lain menahan bahuku
sehingga aku tidak dapat berkutik. Badanku hanya bisa menggeliat - geliat dan
pantatku kucoba menarik ke atas tempat tidur untuk menghindari tekanan penis Om
Ardi ke dalam liang vaginaku, tapi karena tangan Om Ardi menahan pundakku, maka
aku tidak dapat menghindari masuknya penis Om Ardi lebih dalam ke liang
vaginaku. Rasa sakit masih terasa olehku dan Om Ardi membiarkan penisnya diam
saja tanpa bergerak sama sekali untuk membuat kemaluanku terbiasa dengan
penisnya yang besar itu.
“Om…, kenapa dimasukkan semua, kan…,
janjinya hanya digosok - gosok saja?” Kataku dengan memelas, tapi Om Ardi
tidak bilang apa - apa hanya senyum - senyum saja.
Aku merasakan
kemaluan Om Ardi itu, terasa besar dan mengganjal rasanya memadati seluruh
relung - relung di dalam vaginaku. Serasa sampai ke perutku karena panjangnya
penis Om Ardi tersebut. Waktu saya mulai tenang, Om Ardi kemudian mulai
memainkan pinggulnya maju mundur sehingga penisnya memompa kemaluanku. Badanku
tersentak-sentak dan menggelepar - gelepar, sedang dari mulutku hanya bisa
keluar suara…
“Ssshhh…, ssshhh…, ooohhh…, ooohhh…”
Dan tiba - tiba
perasaan dahsyat melanda keseluruhan tubuhku, bayangan hitam menutupi seluruh
pandanganku, sesaat kemudian kilatan cahaya serasa berpendar di mataku. Sensasi
itu sudah tidak bisa dikendalikan lagi oleh pikiran normalku, seluruh tubuhku
diliputi sensasi yang siap meledak. Buah dadaku terasa mengeras dan puting
susuku menegang ketika sensasi itu kian menguat, membuat tubuhku terlonjak - lonjak
di atas tempat tidur. Seluruh tubuhku meledak dalam sensasi, jari - jariku
menggengam alas tempat tidur erat - erat, tubuhku bergetar, mengejang, meronta
di bawah tekanan tubuh Om Ardi ketika aku mengalami orgasme yang dahsyat. Aku
merasakan kenikmatan berdesir dari vaginaku, menghantarkan rasa nikmat ke
seluruh tubuhku selama beberapa detik terasa tubuhku melayang - layang dan tak
lama kemudian terasa terhempas lemas tak bedaya, tergeletak lemah di atas
tempat tidur dengan kedua tangan yang terentang dan kedua kaki terkangkang
menjulur di lantai.
Melihat
keadaanku Om Ardi makin terangsang, sehingga dengan ganasnya dia mendorong pantatnya
menekan pinggulku rapat - rapat, sehingga seluruh batang penisnya terbenam
dalam kemaluanku. Aku hanya bisa menggeliat lemah karena setiap tekanan yang
dilakukannya, terasa clitorisku tertekan dan tergesek - gesek oleh batang
penisnya yang besar dan berurat itu. Hal ini menimbulkan kegelian yang tidak
terperikan. Hampir sejam lamanya Om Ardi mempermainkanku sesuka hatinya, dan
saat itu pula aku beberapa kali mengalami orgasme dan setiap itu terjadi,
selama 1 menit aku merasakan vaginaku berdenyut - denyut dan menghisap kuat
penis Om Ardi,sampai akhirnya pada suatu saat Om Ardi berbisik dengan sedikit
tertahan…
“Ooohhh…, Riiinnn…, Riiinnn…, aaakkkuuu…, maaau…,
keluar!, Ooohh…, aaahhh…, hhhmmm…, ooouuuhhh…!!!”
Tiba - tiba Om
Ardi bangkit dan mengeluarkan penisnya dari vaginaku. Sedetik kemudian, “Cccret…, crettt… crettt”, spermanya
berloncatan dan tumpah tepat di atas perutku. Tangannya dengan gerakan sangat
cepat mengocok - ngocok batang penisnya seolah ingin mengeluarkan semua spermanya
tanpa sisa.
“Aaahhh…”
Om Ardi mendesis
panjang dan kemudian menarik napas lega. Dibersihkannya sperma yang tumpah di
perutku. Setelah itu kami tergolek lemas sambil mengatur napas kami yang masih
agak memburu sewaktu mendaki puncak kenikmatan tadi. Dipandanginya wajahku yang
masih berpeluh untuk kemudian disekanya. Dikecupnya lembut bibirku dan
tersenyum.
“Terima kasih, sayang…” Bisik Om Ardi
dengan mesra. Dan akhirnya aku yang sudah amat lemas terlelap di pelukan Om
Ardi.
Setelah kejadian
itu, pada mulanya aku benar - benar merasa gamang, perasaan - perasan aneh
berkecamuk dalam diriku, walaupun ketika waktu itu, saat aku bangun dari
tidurku Om Ardi telah berupaya menenangkanku dengan lembut. Namun entah kenapa,
setelah beberapa hari kemudian, kok rasanya aku jadi kepengin lagi, memang
kalau diingat - ingat sebenarnya nikmat juga sih. Jadi sepulang sekolah aku
mampir ke rumah Om Ardi, tentu saja aku malu mengatakannya, aku hanya pura - pura
ngobrol ke sana - ke mari, sampai akhirnya Om Ardi menawarkan lagi untuk main -
main seperti kemarin dulu, barulah aku menjawabnya dengan mengangguk malu - malu.
Begitulah akhir cerita dewasa ini, kisah pengalaman pertama kalinya aku
merasakan kenikmatan hubungan seks.